Prof Dr. Naquib Alatas dalam bukunya “The Mysticcism of Hamzah Fansuri” mengatakan bahwa Hamzah Fansuri adalah Pujangga Melayu terbesar dalam abad XVII, penyair Sufi yang tidak ada taranya pada zaman itu. Hamzah Fansuri adalah “Jalaluddin Rumi”-nya kepulauan Nusantara. Bahkan, menurut Naguib, Hamzah Fansuri adalah pencipta bentuk pantun pertama dalam bahasa Melayu.
Hamzah Fansuri, masih menurut Al-Attas, punya jasa besar dalam memajukan bahasa Melayu. Pengaruhnya luar biasa di kalangan cendikiawan Melayu. Bahasa Melayu sebagai linguafranka yang dijadikan bahasa nasional Indonesia, sebenarnya dipelopori pujangga Melayu seperti Hamzah Fansuri. Setidaknya unsure serapan yang kini digunakan. Hal ini karena pengetahuannya yang luas dalam bahasa Arab dan Persia. Dengan sendirinya, ia pun membawa pula pembaharuan di bidang logika atau ilmu mantiq.
Menurut sejarah, pada masa Sulthan Alaiddin Riayat Syah Saidil Mukammil (1589 - 1604 M), terdapat dua orang ulama keturunan Syekh Al Fansuri mendirikan dua Pusat Pendidikan Islam di pantai barat Tanah Kerajaan Aceh Darussalam, wilayah Singkil.
Ali Al Fansuri mendirikan Dayah Lipat Kajang di Simpang Kanan. Adapun adiknya, Hamzah, mendirikan Dayah Oboh di Simpang Kiri Rundeng pada tahun 1592 M. Syekh Ali H Fansuri dikurniai seorang putera dan diberi nama Abdurrauf. Ulama inilah yang kemudian menjadi seorang Ulama Besar yaitu Syekh Abdurrauf Alfansuri Asshingkili atau Teungku Syiahkuala yang kuburannya terdapat di Kecamatan Syiah Kuala saat ini.
Mengenai kelahiran Syeikh Hamzah Fansuri sampai sekarang masih merupakan teka-teki. Demikian juga tahun kapan ia meninggal tak diketahui secara pasti. Namun beliau menjadi ulama yang sangat berpengaruh pada masa pemerintahan Sultan Iskandar Muda (1607-1636), Tuduhan Nuruddin Arraniri bahwa Hamzah Fansuri telah menempuh jalan yang sesat (zindiq), ternyata keliru. Dalam sajak-sajaknya sendiri Hamzah Fansuri malah mengecam para sufi palsu atau pengikut-pengikutnya yang telah menyelewengkan ajaran tasawuf yang sebenarnya. Kata Hamzah :
//Segala muda dan sopan/ Segala tuan berhuban/ Uzlatnya berbulan-bulan/ Mencari Tuhan ke dalam hutan/ Segala menjadi “sufi”/ Segala menjadi “shawqi” (=pencinta kepayang)/ Segala menjadi Ruhi (roh)/ Gusar dan masam di atas bumi (menolak dunia)//
Sebagaimana lazimnya “Penyair Sufi”, maka sajak-sajak Hamzah Fansuri penuh dengan rindu-dendam; rindu kepada Mahbubnya, Kekasihnya, Khaliqnya, Allah Yang Maha Esa. Karena itulah, maka “Karya Tulis” Hamzah Fansuri sukar dimengerti dan dipahami oleh orang yang tidak banyak membaca dan mendalami buah pikiran dan filsafat Ulama Tasauwuf/Penyair Sufi. Mungkin termasuk Ar-raniry tak mampu menjangkau Hamzah. Inilah kunci kenapa pemikiran tasawwuf sulit dipahami jika seseorang tidak mengalami pengalaman spiritual.
Karya Hamzah yang terkenal, antara lain pertama, Asraarul Arifiin Fi Bayani Ilmis Suluk wat-Tauhid, yang membahas masalah-masalah ilmu tauhid dan ilmu thariqat. Kedua, Syaraabul Asyiqin, yang membicarakan masalah-masalah thariqat, syariat, haqiqat dan makrifat. Ketiga, Al Muntahi, yang membicarakan masalah-masalah tasauwuf. Keempat, Rubah Hamzah Fansuri, syair sufi yang penuh butir-butir filsafat. Kelima, Syair Burung Unggas, juga sajak sufi yang dalam maksudnya.
Menurut Hamzah Fansuri, bahwa manusia yang telah menjadi “Insan Kamil” tidak ada lagi pembatas antara dia dan Mahbubnya. Ini pemikiran yang juga pernah berkembang di dalam Islam yaitu Mansur al-Hallaj, Ibn ‘Arabi, dan di Indonesia juga pernah digulirkan oleh Syeikh Siti Jenar. Pada akhir pemerintahan Sulthan Iskandar Muda Meukuta meninggal 27 Desember 1636 M. Syekh Hamzah Fansuri tokoh agung nusantara, ulama sangat dikenal di Asia Tenggara ini, walaupun di negerinya sendiri dilupakan, wafat di Singkil, dekat kota kecil Rundeng. Beliau dimakamkan di Kampung Oboh Simpang Kiri Rundeng di Hulu Sungai Singkel Makamnya sangat dimuliakan.
Inilah sepenggal seorang maestro peradaban, ulama Aceh pengawal rantau asia yang telah menjadi milik dunia, namun tercecer dari catatan sejarah bangsa ini akibat hegemoni politik dan fitnah. Masih banyak misteri kehidupan Hamzah Fansuri yang belum terkuak, terutama kampong halamannya dan bagaimana akhir kehidupannya. Padahal pengaruh pemikirannya sedikit banyak telah mewarnai pemikiran keislaman di Nusantara. Akhirnya, saya berharap semangat intelektual Hamzah Fansuri ini perlu dibangkitkan dan dijadikan sebagai sebuah simbol kemegahan dunia Aceh. Karena Hamzah bagaimanapun adalah seorang pujangga yang tidak ada tandingannya.
Sumber: Catatan M Adli Abdullah, yang dipublikasikan melalui serambinews.com
No comments:
Post a Comment