Tuesday, November 23, 2010

Selamat dari Wedhus Gembel, Kisah Heroik Relawan HMI Jaksel di Posko Merapi



wedhus_gembelSaat letusan terbesar Merapi terjadi pada Jum'at dini hari (20 Oktober 2010 lalu), posko HMI di Desa Bawukan, Klaten hancur terkubur oleh muntahan lahar dinginMerapi. Kisah-kisah heroik para relawan HMI yang berusaha menyelamatkan diri sekaligus menyelamatkan warga pada saat itu menjadi menarik untuk ditulis. Berikut adalah tulisan dari relawan Widi Maz Prabu dari HMI Jakarta Selatan yang mengisahkan suasana mengundi nyawa waktu itu.

Kami berlima (Widi, Tri Adi, Rizky, Yasdar, dan Dede) tiba di stasiun Lempuyangan Jogjakarta pukul 08.50 WIB pagi. Kami adalah para aktivis HMI Cabang Jakarta Selatan yang membawa misi ingin menjadi relawan bagi para korban letusan gunung Merapi.


Setelah sampai di Jogjakarta kami langsung dijemput oleh Mas Aji, salah seorang pengurus PB HMI, untuk beristirahat di tempat beliau yang kebetulan tempatnya menjadi base camp PB HMI di Jogjakarta.

Setelah itu kami koordinasi dengan HMI Cabang Sleman untuk menanyakan keadaan warga yang saat itu masih mengungsi di posko. Kami datang di sekretariat HMI Caang Sleman pukul 16.00 sore, disana kami sempat ngobrol dengan anggota GPTD (Grup Penjejak Tamadun Dunia) asal Malaysia yang kebetulan sedang berada di sana.

Setelah kami koordinasi dengan HMI Cabang Sleman, akhirnya tepat pukul 18.30 ba’da Maghrib, kami diberangkatkan ke lokasi pengungsian, di Desa Bawukan, Kecamatan Kemalang, Kabupaten Klaten. Lokasi tersebut berjarak sekitar 12 KM dari puncak Merapi. Di sana terdapat ribuan pengungsi dari semua golongan, mulai dari balita, anak-anak, remaja, bapak-bapak, ibu-ibu sampai orang lanjut usia. Kami mendirikan tenda tepat di samping tenda para pengungsi.

Malam itu, kami merasakan suasan sangat berbeda dengan malam-malam biasanya. Malam itu, suhu udara terasa begitu panas dan suara gemuruh terdenger berkali-kali. Jelas sekali terdengar di telinga kami suara gemuruh gunung Merapi tiada henti setiap kurang lebih 3 menit sekali. Suara iru terasa begitu dekat, seakan pertanda firasat akan terjadi sesuatu bencana pada malam itu itu.

"Malam ini kok panas ya? gak seperti malam biasanya, Suara gemuruh tiada henti itu seperti sedang merebus air dan siap untuk ditumpahkan."

cemas dalam hatiku: "Ya Allah apa yang akan terjadi malam ini, semoga firasatku tidak terjadi).

Rekanku Rizky mencoba menenangkanku, "Gak usah terlalu panik gitu, kita serahkan saja semua kepada Allah." Aku pun sedikiti tenang dan mencoba tidak memikirkannya lagi.

Di posko kami, di desa Bawukan, terdapat kurang lebih 15 orang relawan dari HMI: 10 relawan dari HMI Cabang Sleman & 5 relawan dari HMI Cabang Jakarta Selatan. Ketua umum HMI Cabang Sleman Randi Kurniawan adalah koordinator posko kami.

Tepat pukul 09.10 malam, setelah kami melakukan briefing dan meninjau lokasi-lokasi pengungsian, para relawan akhwat dari HMI Cabang sleman dipulangkan. Mereka sudah seharian bekerja melakukan mencari data-data pengungsi dan menginputnya dalam sistem data kami. Pemulangan ini juga untuk antisipasi jika terjadi sesuatu yang tidak diinginkan, agar mereka selamat terlebih dahulu. Yang tersisa tinggal kami yang 10 orang (5 dari HMI Cabang sleman & 5 dari HMI Cabang Jakarta Selatan).

Tepat pukul 10.00 malam, kami beristirahat di tenda. Kami sempat tiduran lebih kurang selama 1 jam sampai jam 11.00 saat kami dibangunkan untuk makan malam. Kebetulan Mas Aji yang mewakili PB HMI membawa makanan, seketika kami semua makan dan kemudian melanjutkan istirahat.

Tepat pukul 12.00, kembali kami semua dibangunkan untuk siaga. "Aktivitas merapi mulai terlihat!", katanya. Alarm berbunyi..."nguing..nguing...nguing"

Seketika kami bangun semua. Pas waktu itu juga terjadi hujan lebat. Kami tutup tenda rapat-rapat dan menguncinya. Tanpa disadari listrik padam, kami merasa panik. Hujan itu terasa tidak wajar, seperti kejatuhan bulir-bulir pasir di atas tenda kami. Salah satu dari kami meminta kami semua untuk banyak-banyak berdoa.

Keadaan semakin mencekam. Warga terlihat berbondong-bondong berlarian. Kami pun langsung bergegas keluar. Sialnya tenda kami terkunci. Tanpa pikir panjang kami jebol tendanya. Dan benar, ternyata di luar terjadi hujan lumpur. Subhannallah…!

Begitu kami berhasil lari ke luar, seketika itu juga tenda milik kami dan milik sebagian pengungsi roboh. Semua warga berlarian! Mereka merlindung di tempat yang aman, di ruang-ruang kelas gedung sekolah. Kami semua panik. Beberapa warga ada menangis mencari anak-anaknya.

Sebagai relawan, kamipun tergerak hati untuk membantu mereka. Namun karena keadaan hujan lumpur yang begitu dahsyat, membuat kami juga susah untuk bergerak. Plus, ternyata posisi kami saling berpencar satu sama lain. Tapi untungnya kami tidak terlalu jauh dari yang lain.

Seorang rekan kami, Triady, menelepon, "Cuy posisi lo di mana ???" (sambil gemetar kencang)"

"Posisi gue di depan posko logistik, klo lo di mana, dan temen-temen yang lain? (aku pun gemetaran
sama kencangnya)"

"Gue, Asdar, Dede, Risky dan Rio (relawan dari HMI cabang Sleman) ada di posko pengungsian, di depan Kelas!"

"ya udah, gue ke sana…!"

Ternyata tidak hanya kami saja yang panik gemetaran, para warga pun demikian, semuanya panik. Sebagian mereka menangis, kami mencoba untuk menenangkan.

Tiba-tiba kami mendapat kabar dari rekan yang kebetulan terjebak di bawah, katanya awan panas atau yang sering disebut sebagai Wedhus Gembel sudah sampai di Kilometer 10. Padahal kami berada di Kilometer 12, kurang lebih 2 Kilometer lagi Wedhus Gember itu akan sampai di posko kami. Gawat...!

"Ya Allah, kalaupun kami harus mati disini, kami ikhlas. Karena memang misi kami di sini adalah menjadi relawan. Kami mempunyai tanggung jawab menyelamatkan warga."

Yang kami tidak habis pikir, pada saat-saat seperti itu, beberapa relawan lain yang tergabung dalam Satkorlak, tim SAR dan sebagainya malah pada sibuk menyelamatkan diri. Mereka langsung meninggalkan lokasi begitu mendengar kabar bahwa Wedus Gembel sudah dekat. Mereka lari tunggang-langgang meninggalkan posko!

"Dasar pecundang, tidak ada rasa tanggung jawabnya," Sungguh, ingin sekali kami memaki mereka! "bukannya menolong warga, ee...malah lari menyelamatkan diri sendiri."

Menurutku, inilah yang perlu kita soroti, apa pantas sebagai anggota Satkorlak dan tim SAR, kabur disaat semua orang sedang membutuhkan mereka?

Tak lama kemudian kami mendapat kabar, ternyata angin mengarah ke timur, tepatnya ke arah Cangkringan. Posisi kami berada di sebelah di barat daya Merapi, jadi kami sedikit bisa menurunkan rasa panik kami.

Kabar selanjutnya, Wedhus Gembel telah menyapu habis Cangkringan, yang lokasinya kurang lebih 15 km dari puncak Merapi. Sebenarnya lokasi kami berada di 12 KM dari puncak Merapi, tapi beruntunglah, karena posisi kami di sisi yang satunya, jadi kami tidak terkena awan panas tersebut. Korban meninggal dilaporkan kurang lebih sebanyak 48 orang. "Innalillahi wa inna ilaihi rojiuun." Seiring rasa duka mendalam kami, kami masih bersyukur karena masih bisa selamat dari sapuan Wedhus Gembel tersebut.

Setelah hujan lumpur reda, kami segera mengevakuasi warga. Kami cepat-cepat pindahkan warga menuju radius 20 KM dari puncak Merapi.

Relawan HMI yang tersisa saat itu tinggal 7 orang saja, 5 dari HMI Jakarta Selatan dan dan 2 orang 2 dari HMI Cabang Sleman. Sementara 3 rekan kami yang lainnya menghilang entah ke mana. Tapi kami juga bertemu dengan para relawan dari KAMMI Daerah Magelang. Kami bekerja bersama-sama, berusaha semaksimal mungkin mengevakuasi semua warga ke tempat yang lebih aman.

Bupati Klaten mengintruksikan kami untuk segera meninggalkan Posko. Lokasi kami sudah tidak aman lagi. Bupati telah menyediakan alun-alun Klaten sebagai lokasi pengungsian yang baru. Lokasi tersebut aman karena jaraknya lebih dari 20 KM dari puncak Merapi. Kami arahkan evakuasi warga ke sana.

Setelah semua warga dievakuasi, tepatnya pukul 08.00 pagi, kami secepatnya untuk meninggalkan Desa Bawukan. Kami dijemput oleh Ketua Umum HMI Cabang Sleman Randi Kurniawan bersama rekan-rekan sesama aktivis HMI Sleman. Tapi kami masih harus berjalan kaki 2 KM lagi menuju kendaraan mereka. "Hufttth capek…nya !!!"

Dengan menggunakan 5 buah sepeda motor, teman-teman HMI Cabang Sleman membawa kami pulang ke Yogyakarta. Sesampainya di sana, segera kami membersihkan diri dari lumpur lahar Merapi yang menempel di sekujur badan kami. Kami bersitirahat di sekretariat HMI Cabang Sleman, sebelum akhirnya kami pamit kembali ke Jakarta.

Kami hampir saja kehilangan nyawa, terpanggang oleh panasnya Wedhus Gember Merapi. Tapi kami masih bersyukur, kami selamat dan bahkan bisa membantu menyelamatkan orang banyak. Sungguh, menjadi pengalaman yang tak terlupakan. Semoga ini bisa menjadi motivasi buat teman-teman lain, untuk selalu tergerak hatinya membantu saudara-saudara kita yang membutuhkan.

Ditulis oleh Widi Maz Prabu, relawan Posko HMI untuk Merapi dari HMI Jakarta Selatan


Sumber : PBHMI

1 comment:


Related Posts with Thumbnails